OJK Target Aturan Bank Digital Terbit di Akhir Paruh Pertama 2021
OJK akan memperjelas peraturan perbankan terutama mengenai bank digital di Indonesia. Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK (POJK) menargetkan POJK untuk terbit pada semester I 2021 tergantung pada keputusan Rapat Dewan Komisioner (RDK). OJK mengatakan beberapa bank yang sudah mengajukan izin untuk menjadi bank digital antara lain adalah Bank BCA, Bank Jago dan BRI Agro.
Peraturan mengenai bank digital dibagi menjadi dua divisi. Pertama, bank yang fully digital harus bisa mempunyai layanan digital secara penuh. Kedua, transformasi bank existing menjadi bank digital seperti layaknya Bank Jago, Sea Group yang masuk melalui Shopee pada PT Bank Kesejahteraan Ekonomi, dan PT Bank Central Asia Tbk. yang mengkonversi Bank Royal.
Untuk menjadi bank digital, modal awal yang harus dikucurkan minimal sekitar Rp 10 triliun. Di sisi lain, untuk bank konversi, modal minimal yang dibutuhkan senilai Rp 3 triliun untuk bank yang berdiri sendiri atau Rp 1 triliun untuk bank yang merupakan bagian dari kelompok usaha bank.
Meskipun banyak bank yang berbondong-bondong ingin menjadi bank digital, tidak semua bank memilih untuk mendirikan anak usaha khusus sebagai bank digital. Misalnya, Bank BNI lebih memilih untuk melakukan digitalisasi layanan daripada menjadi bank digital. Sebab, mendirikan bank digital yang baru membutuhkan usaha lebih karena harus mencari nasabah mulai dari nol. Maka dari itu, bank digital yang baru harus mempunyai ekosistem yang baik untuk menarik nasabah masuk.
Kinerja Emiten Konstruksi 2020 Tertekan
Kinerja keuangan emiten konstruksi banyak yang mengalami penurunan pada tahun 2020. Berikut ada kinerja kuangan beberapa emiten konstruksi untuk tahun 2020:
$WIKA:
Pendapatan: Rp 16.53 triliun (turun 39.23% yoy)
Laba bersih: Rp 185.76 miliar (turun 91,87% yoy)
$WSKT:
Pendapatan: Rp 16.19 triliun (turun 48.41% yoy)
Laba bersih: - Rp 7.38 miliar (turun 885% yoy)
$PTPP:
Pendapatan: Rp 15.83 triliun (turun 32.84% yoy)
Laba bersih: Rp 128.75 miliar (turun 84.29% yoy)
Kontraksi pendapatan ini disebabkan oleh penundaan tender yang harusnya dilelang tahun 2020 malah digeser menjadi tahun 2021 karena pandemi.
Meskipun ada beberapa faktor yang dapat mendorong sektor konstruksi seperti optimisme vaksin, kedatangan Indonesia Investment Authority (INA) dan rencana pengurangan tarif PPh final sektor konstruksi, analis Artha Sekuritas Dennies Christopher Jordan tidak berharap kinerja emiten konstruksi bisa kembali ke level tahun 2018 dan 2019.